Urgensi Lingkungan Hidup dalam Islam - Andalusia Islamic Center

Urgensi Lingkungan Hidup dalam Islam

URGENSI LINGKUNGAN HIDUP DALAM ISLAM

Oleh : Aswandi

Banjir yang melanda di sejumlah daerah di Indonesia terutama daerah Ibu kota dalam akhir-akhir ini menjadi tema utama yang paling hangat dibicarakan oleh masyarakat dan media massa. Hal

ini tidak lain karena dampak kerugian yang disebabkan oleh banjir itu sendiri

sangat besar, baik kerugian materil ataupun non-materil.

Sikap yang saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan antara

Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat atas fenomena banjir juga ikut mewarnai

dampak banjir. Sikap seperti ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah

terhadap lingkungan dan tata kota yang ramah lingkungan selama ini. Hal ini dapat

dilihat dari kurangnya daerah-daerah resapan air dan tata lingkungan yang

semrawut, serta kurang tegasnya pemerintah dalam menindak pihak-pihak yang

melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan terutama daerah aliran

sungai.

Sebagai warga negara yang baik, tidak sepantasnya menyalahkan permasalahan banjir ini sepenuhnya terhadap pemerintah. Introspeksi diri itulah yang terpenting, mungkin karena sikap kita selama ini yang kurang perhatian terhadap lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Pada hakikatnya tidak akan terjadi kerusakan dimuka bumi ini terkecuali akibat ulah manusia itu sendiri. Allah Subhaanahu wa Ta'alaa berfirman: “ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS ar-Rum : 41).

Dijelaskan oleh para mufassir bahwa ulah perbuatan yang dimaksud

adalah perbuatan dosa dan maksiat. Ibnu Katsir menafsirkan “bima kasabat

aydiihim” (akibat perbuatan mereka) dengan bi sabab al-ma'ashi (karena

kemaksiatan-kemaksiatan). Sedangkan Al Baghawi memaknainya bi syu'i

dzunûbihim (karena keburukan dosa-dosa mereka). Dalam ayat yang lain juga

disebutkan “Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan

tangan kalian sendiri”. (QS asy-Syura : 30)”.

Selama ini sebagian umat Islam banyak yang salah persepsi dalam memahami perbuatan maksiat atau dosa. Dan beranggapan bahwa perbuatan maksiat dan dosa

hanya sebatas meminum khamr, meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, zina, atau berbuat syirik. Padahal merusak lingkungan hidup juga merupakan perbuatan maksiat dan dosa, yang bahkan dosanya berlipat-lipat karena korban yang diakibatkan oleh rusaknya lingkungan hidup juga banyak. Misalnya, seseorang yang melakukan penebangan pohon di daerah perbukitan secara sembarangan. Ketika musim hujan tiba, perbukitan tersebut mengalami longsor sehingga rumah-rumah

yang ada dibawah perbukitan tersebut juga terkena longsor. Selain itu, juga ada dari penghuni rumah yang tidak sempat melarikan diri dari longsor tersebut

sehingga ia ikut tertimbun oleh longsor. Dari ilustrasi di atas dapat dibayangkan

betapa besarnya dosa orang yang melakukan kerusakan lingkungan hidup. Maka sebaliknya, kita juga dapat membayangkan betapa besar dan mulianya orang yang menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

 

Konsep Pelestarian Lingkungan Hidup dalam

Islam

Islam merupakan agama yang universal dan mencakup segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam hal pelestarian lingkungan hidup. Diantara konsep Islam dalam melestarikan lingkungan hidup: Pertama, melestarikan lingkungan hidup

merupukan kewajiban bagi setiap umat manusia sebagai bentuk keimanan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'alaa. “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. Al-A'raf : 85).

Kedua, merusak lingkungan merupakan suatu perbuatan yang dibenci oleh Allah Subhaanahu wa Ta'alaa. “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang

ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.(QS. Al- Baqarah : 205). Ketiga, adanya konsep hutan lindung, suaka marga satwa, cagar alam dan taman nasional. “...Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan Naqi' sebagai daerah konservasi, begitu pula Umar menetapkan Saraf dan Rabazah sebagai daerah

konservasi” (HR Bukhari dari Ibnu Abbas). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon atau sebuat tanaman, kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan ia akan mendapat pahala sedekah”. (HR. Bukhari) Melalui prinsip-prinsip pengaturan sumber

daya alam hewani maupun nabati, kita dapat melakukan aplikasi berkelanjutan dalam berbagai program pelestarian lingkungan, seperti halnya pembuatan cagar alam, hutan lindung, maupun pencanangan suaka marga satwa. Semuanya ini merupakan program yang sudah selaras dengan pandangan Islam tentang lingkungan. Dimana Islam telah terbukti sangat peduli akan proses kelestarian lingkungan serta berlaku tegas atas setiap pelanggaran yang akan merugikan orang banyak (Sakho et.al,2004).

Keempat, pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dan tidak merusak lingkungan. “Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan (boros) karena Allah tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A'raf:31). Dalam ayat yang lain juga disebutkan, “ ...Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”. (QS. Al Baqarah : 60). Dalam syariat Islam, ikan, mutiara maupun barang-barang lainnya merupakan sumber daya kelautan yang masuk kategori al-ma'dan al-dhahir (kekayaan yang jelas tampak dan tidak terlalu sulit dieksploitasi). Dalam hal ini syariat menegaskan bahwa prinsip dasar dalam barang-barang tersebut adalah bebas, artinya bagi siapapun diperbolehkan untuk memanfaatkan selamanya. Oleh karenanya, pemerintah tidak diperkenankan melakukan intervensi atas pemanfaatan mineral kelautan semacam ini. Kecuali atas hal-hal yang akan berdampak luas terhadap lingkungan (Sakhoet.al,2004). Kelima, pembangunan yang berwawasan

lingkungan.“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanahtanahnya yang datar dan kamu pahat gunung- gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlahnikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al A'raf: 74).

Jika penerapan konsep Al-Qur'an dan As Sunnah mampu diterapkan oleh penduduk negeri ini, maka permasalahan lingkungan hidup akan dapat terselesaikan. Dan pada akhirnya Allah Subhaanahu wa Ta'alaa akan memberikan keberkahan-Nya pada

negeri Indonesia tercinta ini. Hujan sederas apapun tidak lagi menjadi kekhawatiran, kecuali akan menjadi keberkahan dan rahmat yang selalu diharapkan. Allah Azza wa Jalla berfirman “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat- ayat Kami itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya” . (QS. Al-A'raf:96).

 

Wallahu ‘alamu bish-showaab.