Meneladani Akhlak Rasulullah SAW - Andalusia Islamic Center

Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, penyempurna ajaran para Rasul sebelumnya. Beliau merupakan manusia paripurna (al-insaan al-kaamil) yang pada dirinya terdapat akhlak mulia dan mutiara hikmah sebagai pelita kehidupan bagi seluruh alam. Sebagai Rasul yang diutus untuk menyempurnakan akhlak dan semua kebaikan, Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan kepada umatnya secara sempurna melalui sabda dan amal perbuatan. Seluruh sisi kehidupan dan ucapan beliau sesungguhnya merupakan teladan akan kesempurnaan akhlak dan kemuliaan amalan. Ketinggian akhlak itu tecermin dalam hadits Aisyah r.a “Akhlak Rasulullah n adalah al-Qur'an.” (HR. Muslim) Bahkan, Allah SWT memuji akhlak beliau dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (alQalam: 4) Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat dekat dengan umatnya, apapun keadaan mereka. Kaya, miskin, bangsawan, atau budak. Beliau bergaul dengan umat dengan penuh kelembutan dan akhlak mulia. Allah SWT menyanjung baiknya akhlak Rasulullah SAW ini dalam firmanNya : “Maka disebabkan oleh rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemahlembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159). Saking begitu luasnya, membicarakan akhlak Rasulullah SAW, ibarat seseorang yang menyeberangi lautan tak bertepi. Meskipun demikian, marilah sejenak kita menyimak salah satu kisah kehidupan Rasulullah SAW yang dipenuhi keindahan akhlak dan keagungan budi pekerti. Alkisah, di sudut pasar Madinah Al-Munawarah terdapat seorang pengemis Yahudi buta. Hari demi hari ia lalui dengan selalu berkata, “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”. Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah SAW tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.a. Beliau bertanya kepada anaknya, “Anakku adakah sunnah kekasihku, Muhammad SAW, yang belum aku kerjakan”, Aisyah r.a menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”,tanya Abu Bakar r.a.“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah r.a. Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “Siapakah kamu ?”. Abu Bakar r.a menjawab, “Aku orang yang biasa”. “Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan pada ku sendiri dengan lemah lembut”, pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a, Ia pun menangis dan kemudian berkata, “Benarkah demikian?. Selama ini aku selalu menghina dan memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia”. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a. Dari kisah-kisah diatas, kita dapat melihat betapa agungnya akhlak yang dimiliki Rasulullah SAW. Kemuliaan akhlak beliau diakui bukan hanya oleh kawan, tapi juga oleh lawan. Tak terhitung berapa banyak tokoh-tokoh kafir yang semula memusuhi beliau, berbalik menjadi pendukungnya yang paling tangguh dan setia. Keteladanan beliau tidak hanya sebatas pada konteks ibadah semata, melainkan dapat kita temukan juga dalam aspek bisnis, militer, budaya, dakwah, sosial, politik, hukum serta pendidikan. Beliau juga telah memberikan suri tauladan yang indah dan mengagumkan dalam semua bagian kehidupan manusia, baik pribadi, keluarga maupun masyarakat. Cara Meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW Bila seorang muslim ditanya, ” Siapakah manusia terbaik yang patut Anda teladani? ”. Maka sudah semestinya ia menjawab, “Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.” Inilah jawaban yang seyogyanya diucapkan oleh setiap muslim yang mengakui kenabian beliau, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab: 21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah." Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana cara meneladani beliau? Dalam hal ini, Sufyan bin 'Uyainah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah timbangan terbesar (al-mizan al-akbar). Terhadap beliaulah segala sesuatu dihadapkan untuk ditimbang, berdasarkan akhlak, gaya hidup dan perilaku beliau. Apa saja yang selaras dengannya maka itulah kebenaran, sedangkan apa saja yang bertentangan dengannya maka itulah kebatilan.” Untuk meneladani beliau, maka kita harus menghadapkan kehidupan kita dengan ajaran beliau, memperbandingkannya, kemudian mengambil tindakan yang diperlukan. Jika belum selaras, kita harus segera berbenah. Beliau bersabda, “Aku meninggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (Riwayat Malik, dalam al-Muwatha', dengan sanad yang hasan-mursal). Mengapa demikian? Sebab, mustahil mengevaluasi sesuatu hal jika tidak ada standarnya. Ketika seorang guru memeriksa lembar jawaban yang dikerjakan muridnya, dengan mudah ia bisa memberikan penilaian, karena ia sudah mengerti jawaban yang benar dari setiap soalnya. Bayangkan, bagaimana jika setiap soal bebas dijawab sekenanya! Pasti tidak akan ada jawaban yang bisa disalahkan atau dibenarkan. Semuanya menjadi relatif. Tampaknya, inilah yang dikampanyekan oleh para penganut faham relativisme-liberalisme, dimana menurut mereka tidak ada kebenaran yang mutlak, dan setiap orang boleh mengembangkan standarnya sendiri-sendiri. Sungguh ajaib, mereka bisa dengan penuh takzim menerima “Deklarasi HAM” yang digariskan oleh PBB, misalnya, namun dengan sengit menolak standar yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya! Oleh karena itu, kita harus kembali memposisikan segala perilaku kita sesuai ajaran AlQur'an dan Sunnah. Inilah sumber terpercaya tuntunan Islam. Mempelajari agama adalah kewajiban setiap muslim, minimal dalam kadar agar bisa hidup secara benar dan lurus. Contohnya, seorang pedagang muslim tidak harus mengkaji semua ilmu Islam sampai tuntas, tetapi ia harus mengerti bagaimana berniaga yang benar, agar tidak terjerumus dalam riba, penipuan, syubhat, atau memakan harta orang lain secara batil. Seorang guru muslim pun tidak harus mengerti seluruh khazanah Islam, tetapi ia harus paham bagaimana menanamkan ilmu dengan tepat, agar pendidikan yang diberikannya bisa membenahi jiwa, meluruskan perilaku, dan menghantar menuju ketakwaan. Semua profesi, keadaan, kasus, maupun status, mestinya dihadapi dengan ilmunya masing-masing agar tidak menimbulkan kerusakan dimana-mana. Oleh karena itu, apapun profesinya, selama dia muslim, dia harus mengerti akidah yang lurus, shalat dan ibadah yang benar, juga akhlak/adab yang baik. Wallahu a'lam bisshowaab