Memaafkan orang lain (Bag. III) - Andalusia Islamic Center

Memaafkan orang lain (Bag. III)

Memaafkan orang lain (Bag. III)

Oleh : Ust. Abdul Mughni, BA, Mhi

Bismillah wa Alhamdulillah wa Al Sholatu wa Al Salamu ‘ala rasulillah shollallahu ‘alayhi wa sallam

Kata maaf (‘Afw) dan derivasinya disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an dalam banyak ayat ( 2; 52,109,178,187,237,286 – 3; 134,152,155, 159 dll ) lebih dari 20 ayat, -sebagaimana juga disebutkan dalam hadis – hadis nabi yang mulia. Salah satu ayat adalah QS (4;149) yang dalam kitab tafsir dijelaskan maksud ayat tersebut jika kau wahai manusia mengamalkan sebuah kebaikan atau kau sembunyikan atau kau memaafkan sebuah kezhaliman dari orang lain sesungguhnya Allah maha pemberi ampunan di hari kiamat. Imam Thobariy rahimahullah menjelaskan “ Maafkanlah wahai para manusia kepada yang berbuat zhalim kepadamu, dan janganlah berkata buruk kepadanya meskipun kau mampu untuk membalasnya dengan keburukan yang serupa, sebagaimana Tuhanmu telah memaafkanmu padahal Dia Maha mampu untuk menyiksamu karena kesalahan dan kemaksiatan yang kamu perbuat”. Hadis nabi menyebutkan bahwa “ tidaklah sedekah mengurangi harta, tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan maaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seorang rendah hati (tawadhu’) dihadapan Allah melainkan diangkat derajatnya (HR Muslim). Hadis ini membantah pendapat yang mengatakan kalau kita memaafkan maka kita akan terhina, dan malu, sungguh itulah perasaan manusia yang penuh dengan gengsi dan egoisme, perasaan manusia yang masih penuh dengan belenggu cinta diri yang berlebihan, perasaan manusia yang berat dan susah untuk memaafkan orang lain, bahkan sebaliknya ketika seorang hamba mampu melepaskan diri dari jeratan dan belenggu egoisme maka dengan mudah dia akan memaafkan, karena dia berharap maaf dari Sang Maha Kuasa Allah yang Maha Agung dan Perkasa. Ketika istri nabi Ummul Mu’minin Aisyah radhiallahu ‘anha ditanya tentang prilaku (akhlak) nabi, salah satu jawabanya adalah “ tidaklah beliau shollallahu ‘alayhi wa sallam seorang yang berkata dan berbuat keji, sengaja ataupun tidak disengaja, tidaklah dia berteriak di pasar , dan tidaklah membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal, melainkan memaafkan secara zhahir dan bathin (HR Turmuzi, Ahmad) . Kisah sahabat nabi Hatib ibn Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu adalah salah satu bukti dari sifat memaafkan yang ditunjukkan dalam siroh nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam. Sebelum peristiwa fathu Makkah, sahabat Hatib menuliskan surat kepada orang musyrik di Mekkah tentang rencana kedatangan nabi ke kota Mekkah, melalui seorang wanita musyrik yang menjadi kurirnya, nabipun menugaskan kepada tiga sahabat ksatria penunggang kuda untuk mencegat sang wanita dan mengambil surat tersebut, ketiga ksatria yang dimaksud adalah sahabat Ali, Zubayr, dan Abi Mirstad al Ghonawiy radhiallahu ‘anhum, dan pada suatu tempat yang disebut dengan raudhoh khokh (antara Madinah dan Mekkah) merekapun mendapati perempuan kurir tersebut, dan meminta surat dari sahabat Hatib, perempuan itu tidak mengaku, sampai sahabat diancam jika tidak diserahkan maka dia akan diperiksa seluruh badannya, akhirnya diapun mengeluarkan surat tersbut dari ikat pinggangnya (riwayat lain menyebutkan dari kunciran rambut), kemudian ketiganya menghadap nabi dan menyerahkan surat tersebut, nabi bertanya kepada Hatib ? Mengapa engkau lakukan ini ? Hatib menjawab jangan tergesa gesa wahai rasulullah, saya tidak kufur dan tidak murtad dari Islam, saya hanya ingin memberi info kepada mereka dan dengan itu mereka melindungi kerabat saya yang ada di Mekkah, karena kerabat sahabat-sahabatmu sudah ada yang melindungi mereka, berbeda dengan kerabatku, nabi menjawab dia (Hatib) jujur janganlah berkata tentangnya kecuali yang baik, sahabat Umar radhiallahu ‘anhu berkata ya Rasulullah biarkanlah saya pukul lehernya (membunuh)karena dia telah khianat kepada Allah, RasulNya dan kaum muminin, dan dia adalah munafiq, nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda dia (Hatib) dulu ikut perang Badr dan Allah berkata kepada mereka yang ikut perang Badr, kerjakanlah apa yang anda sekalian kehendaki Aku telah mengampuni kalian, Umar pun menangis dan berkata Allah dan RasulNya lebih mengetahui, kemudian turunlah ayat QS 60;1 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (HR Muttafaqun ‘alayhi ), Sungguh sebuah teguran yang keras buat sahabat Hatib, kesalahan yang besar, kesalahan yang dikatakan oleh sahabat Umar dengan khianat dan munafiq, meskipun demikian nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam memaafkan nya, dan berkata janganlah berkata kecuali yang baik terhadapnya, karena Hatib mengira yang dilakukan tidak merugikan Allah dan rasulNya, karena dia yakin Allah pasti memenangkan rasul dan para sahabatnya, dan dalam isi surat tersebut hanya sekedar informasi akan kedatangan nabi dan para sahabat-sahabatnya. Wallohu ‘alam bis showab.