Birrul Walidain dalam Islam - Andalusia Islamic Center

Birrul Walidain dalam Islam

Birrul Walidain dalam Islam

Oleh : Robby Rodliyya Karman

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Ibu adalah sosok yang luar biasa dan sangat berjasa dalam kehidupan kita. Dia memelihara dan mendidik kita dari semenjak kita kecil sampai kita tumbuh dewasa. Curahan kasih sayangnya sungguh tak terhingga. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Walaupun tentu bukan berarti kita berbuat baik kepada ibu hanya di hari ibu saja. Hari ibu hanya momen pengingat dikarenakan rutinitas sering kali kita lupa, maka diperlukanlah peringatan semacam hari ibu ini.

Dalam sejarah tercatat oleh tinta emas kisah kasih sayang seorang ibu yang bernama Hajar. Di tengah padang pasir yang tandus, dia berlari-lari kecil agar
anaknya bisa mendapat makanan. Walaupun harus berulang-ulang berjalan diantara bukit shafaa dan marwah, hal tersebut bukanlah masalah asal Ismail
anaknya bisa memperoleh makanan. Pada akhirnya usahanya pun tidak sia-sia, Allah mengutus malaikatnya untuk mengeluarkan air dari dalam tanah. Sampai
sekarang kita dapat menikmati mata air itu, yakni mata air zamzam. Sebuah symbol perjuangan dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dalam
Al-Quran Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
(QS. Al Isra: 23-24).

Ayat tersebut sudah cukup jelas menggambarkan pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Dalam hal ini tentu bukan hanya ibu, namun kepada ayah pun
kita harus berbuat baik. Biar bagaimanapun keduanya sangat berperan dalam mendidik kita. Jangankan menyakiti kedua orang tua kita, dalam ayat tersebut
berkata “ah” saja dilarang. Maka dari itu saat berbicara dengan orang tua sebisa mungkin harus dengan perkataan yang santun. Jangan lupa juga untuk senantiasa mendoakannya.

Lalu saat kita sudah sukses, sudah menjadi orang besar, kita tidak boleh menelantarkan mereka. Miris rasanya tatkala seorang anak sudah berkelimpahan materi, namun orang tuanya dikirim ke panti jompo. Betapa tidak tahu terima kasihnya anak itu. Tentu orang tua pun tidak akan menuntut balasan apa-apa kepada anaknya. Melihat anaknya sukses saja sudah menjadi kebahagiaan yang tak terkira bagi orang tuanya. Namun tentu selayaknya seorang anak yang berbakti merawat orang tuanya saat mereka berusia senja. AllahSWT Juga berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”
.(Q.S. Luqman : 14-15).


Ayat ini memiliki pesan yang sama dengan ayat sebelumnya. Namun ada beberapa hal yang menarik mengapa ibu menempati tempat yang istimewa? Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengandungkita dengan susah payah dan harus menyusui kita sampai disapih. Bayangkan betapa beratnya dan repotnya saat istri kita mengandung, begitupun dahulu saat ibu kita mengandung kita. Saat melahirkan pun adalah saat seorang ibu mempertaruhkan nyawanya. Maka ada sebuah keterangan kalau seorang ibu meninggal saat melahirkan ia dicatat sebagai seorang yang syahid. Betapa berat namun mulianya sebagai seorang ibu.
Dalam ayat tadi pun dibahas bagaimana kalau ternyata orang tua kita menyuruh kita untuk menyekutukan Allah? Apa kita harus mengikuti mereka? Jawabannya tidak. Kita harus tegas menolak dan mendakwahi mereka ke arah yang benar. Namun kita harus tetap bergaul dengan mereka dengan cara yang baik. Kita tidak boleh memusuhi mereka melainkan harus senantiasa mendoakan mereka agar mendapat hidayah. Kasus seperti ini pernah teradi kepada sahabat Nabi bernama Sa'ad bin Abi Waqash, Ibunya ngotot berada dalam kemusyrikan, sementara Saad pun tetap dalam keimanannya. Dalam sebuah hadits disebutkan, Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu." (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no.2548).

Ada yang unik dari hadits ini, yakni ibu disebut tiga kali dan ayah hanya sekali di akhir. Hal ini menunjukkan betapa perhatiannya Rasulullah Sallahu alaihi wa salam  sebagai suri tauladan bagi kita semua sangat menghormati kaum peremuan, terutama ibu. Beliau pun menempatkan ibu dalam posisi yang sangat mulia. Beliau menyebut ibu tiga kali pastinya bukan tanpa alasan, namun ada makna filosofis yang bisa kita gali. Kita semua sudah mengetahui bahwa Rasulullah Sallallah hu alaihi wa salam kehilangan ibunya, Siti Aminah dalam usia 6 tahun. Oleh karenanya beliau sudah yatim piatu semenjak kecil. Bagi kita pun yang memang orang tuanya sudah dipanggil ke haribaan yang Kuasa, selayaknya kita mendoakan mereka. Karena amalan yang tidak terputus salah satunya ialah anak shaleh yang mendoakan orangtuanya. Di akhir tulisan ini, penulis mengajak kita untuk bertanya kepada diri sendiri. Kapan kita terakhir
menghubungi orang tua kita? Kapan terakhir kita membahagiakan mereka? Kapan terakhir kita menangis meminta maaf kepada mereka? Lalu izinkan penulis untuk mengutip sebuah syair: Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu, ibuku saying masih terus berjalan, walau mata kaki penuh darah penuh nanah, Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas. Ibu.....